News Update :

Petani sawit di Mamuju Utara dirugikan

Minggu, 08 Januari 2012





MAMUJU: Wakil Bupati Mamuju Utara (Matra) Provinsi Sulawesi Barat, H. Muh Saal menyatakan, keberadaan perkebunan kelapa sawit merugikan petani yang ada di daerahnya.

“Kami menilai keberadaan PT Astra Agro Lestari Tbk (PT AAL) sebagai perusahaan perkebunan sawit terbesar yang beroperasi di Matra lebih banyak merugikan petani akibat sistem pembelian hasil Tandan Buah Segar (TBS) hanya memprioritaskan petani kebun inti,” kata Wakil Bupati Matra, H. Muh Saal di Mamuju, Rabu.

Menurut dia, perlakuan PT AAL dinilai tidak “fair” dan cenderung pilih kasih dalam melakukan pembelian TBS tersebut, dan keadaan ini harus disikapi secara bijaksana karena berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi petani.
“Pihak perusahaan hanya mementingkan keuntungan tanpa melihat bagaimana nasib petani plasma yang terus rugi karena TBS mereka tidak ditampung perusahaan sawit,” jelasnya.

Apalagi, kata Wabup, hasil panen TBS ini tak bisa disimpan dalam waktu yang lama sehingga perusahaan harusnya melakukan pembelian sesuai dengan aturan yang ada.

“Kami sesalkan karena perusahaan membedakan antara petani plasma dan inti. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena yang menjadi korban adalah petani itu sendiri,” ucapnya.

Ia menguraikan, sikap pilih kasih yang dilakukan perusahaan dalam melakukan pembelian TBS akibat pabrik mereka terbatas untuk menampung seluruh hasil panen TBS kelapa sawit.

Selain itu, pemerintah juga mempertanyakan kontribusi perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di Matra selama ini yang hanya mencapai Rp800 juta/tahun.

“Produksi CPO kelapa sawit di Matra 500.000 ton per tahun dengan tingkat kontribusi yang diberikan melalui sumbangan pihak ketiga hanya sebesar Rp800 juta per tahun,” ujarnya.

Kontribusi itu sangat kecil bila dibandingkan jumlah pendapatan yang diperoleh maupun areal lahan yang dikuasai perusahaan.

Menurut Wabup, Matra terkenal sebagai penghasil utama sawit di Sulbar, namun ternyata di Matra masih banyak pengangguran dan masyarakat miskin akibat tidak adanya pemerataan peningkatan ekonomi dari kontribusi perusahaan sawit.

“Bukan hanya nyaris tidak punya andil bagi pembangunan masyarakat dan daerah, perusahaan sawit juga hanya menyisakan konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan sawit sehingga pemerintah pusat juga harus mengevaluasi berbagai konflik lahan yang ditimbulkan perusahaan sawit di Matra,” ucap Wabup.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua LSM Yayasan Tunggal Matra, Erwin Haryadi juga menyoroti bahwa keberadaan perusahaan perkebunan kelapa di Matra diduga kuat menjadi pemicu utama terjadinya musibah banjir yang menyebabkan lahan pertanian gagal panen setiap tahun berjalan.

“Setiap tahun, bahkan terkadang tiga kali dalam setahun masyarakat rugi akibat banjir yang kerap menenggelamkan ribuan hektare lahan pertanian masyarakat lokal,” ujarnya.

Menurut dia, petani tanaman pangan di Matra sulit berkembang karena nyaris tidak ada produksi dari hasil garapan petani akibat musibah banjir yang kerap melanda wilayah itu.
Hariyadi mengatakan, kebijaksanaan pembukaan lahan sawit harus kembali dikaji mendalam agar kehadiran lahan perkebunan milik perusahaan ini tidak lagi menjadi pemicu terjadinya bencana.

Sebelum perusahaan perkebunan beroperasi, bisa dibilang produksi tanaman pangan melimpah. Namun, setelah perusahaan perkebunan beroperasi kondisinya berbalik.

Perusahaan yang dimaksud diantaranya perusahaan sawit yang dikomandoi PT Astra Agro Lestari sebagai perusahaan perkebunan sawit terbesar yang beroperasi di Matra.
PT AAL di Matra telah memiliki lima anak perusahaan sawit yakni PT Pasangkayu dengan luas hak guna usaha (HGU) 9.319 hektare beroperasi di Kecamatan Pasangkayu.

Kemudian PT Mamuang dengan luas HGU sekitar 8.488 hektare serta PT Letawa dengan luas 7.499 hektare beroperasi di Kecamatan Tikke Raya Kabupaten Matra.

Selain itu PT Lestari Tani Teladan beroperasi di Kecamatan Baras dengan luas HGU 5.538 hektare dan PT Surya Raya Lestari I beroperasi di Kecamatan Sarudu dengan luas HGU sekitar 6.384 hektare.

“Kami cemas dengan hadirnya perusahaan tersebut sehingga Bupati Matra, Ir Agus Ambo Djiwa, diminta menegur keras perusaan itu,” katanya.

Keberadaan perusahaan sawit juga dianggap tidak mengakomodasi kepentingan penduduk lokal serta kurang memberikan kontribusi untuk menambah PAD.

Sumber : bisnis KTI
Share this Article on :
 

© Copyright Mamuju Utara 2010 -2011 | Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.